JPNN.COM |
JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Nurul Arifin menilai konflik internal lembaga Komisi Pemilihan Umum (KPU) disebabkan adanya "perang kekuasaan" antara kesekjenan dengan para komisioner. Menurut Nurul, kesekjenan merasa gerak-gerik mereka terbatasi oleh komisioner KPU saat ini.
Ini adalah masalah power, ada unsur ketidaksukaan di kesekjenan, kemapanan mereka terganggu. Ada beberapa hal yang tadinya jadi privilleged bagi mereka sekarang tidak ada lagi, kata Nurul dalam acara diskusi di Media Center Bawaslu, Jumat (16/11).
Menurutnya, konflik yang melanda KPU saat ini juga kerap terjadi di lembaga lain. Pasalnya, sekjen sering merasa sebagai tuan rumah dan menganggap komisioner sebagai tamu. Sehingga sekjen sebagai orang lama merasa lebih berkuasa dari komisioner.
Ia menambahkan, konflik tersebut bukan barang baru di dalam tubuh KPU. Namun, para komisioner sebelumnya lebih memilih untuk melakukan pembiaran.
Keberanian KPU untuk ngomong harus kita apresiasi, ujar Nurul.
Ia pun mendorong komisioner KPU untuk segera merombak jajaran kesekretariatannya untuk mengubah kultur tersebut. Nurul menyebut bahwa berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 15 Tahun 2012, KPU boleh menegur atau mengganti kesekretariatan.
Namun, Nurul tidak ingin KPU mengganti sekjen KPU. Pasalnya, Sekjen KPU Suripto Bambang akan segera memasuki masa pensiun.
Wasekjennya harus diganti karena dia yang masih lama di sana, kalau sekjennya memang sudah mau ganti, imbuhnya.
Sementara itu Direktur Perludem Titi Anggraini mengatakan bahwa antara sekjen KPU harus mengerti posisi masing-masing. Menurut Titi, tugas kesekretariatan adalah melayani para komisioner.
Harus dipahami betul kesektrariatan sebagai supporting system. Karena itu ini menjadi momentum perlawanan untuk memperbaiki birokrasi KPU sebab kalau tidak ini akan ada perbaikan, ucap Titi.[dil/JPNN.COM]
Ini adalah masalah power, ada unsur ketidaksukaan di kesekjenan, kemapanan mereka terganggu. Ada beberapa hal yang tadinya jadi privilleged bagi mereka sekarang tidak ada lagi, kata Nurul dalam acara diskusi di Media Center Bawaslu, Jumat (16/11).
Menurutnya, konflik yang melanda KPU saat ini juga kerap terjadi di lembaga lain. Pasalnya, sekjen sering merasa sebagai tuan rumah dan menganggap komisioner sebagai tamu. Sehingga sekjen sebagai orang lama merasa lebih berkuasa dari komisioner.
Ia menambahkan, konflik tersebut bukan barang baru di dalam tubuh KPU. Namun, para komisioner sebelumnya lebih memilih untuk melakukan pembiaran.
Keberanian KPU untuk ngomong harus kita apresiasi, ujar Nurul.
Ia pun mendorong komisioner KPU untuk segera merombak jajaran kesekretariatannya untuk mengubah kultur tersebut. Nurul menyebut bahwa berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 15 Tahun 2012, KPU boleh menegur atau mengganti kesekretariatan.
Namun, Nurul tidak ingin KPU mengganti sekjen KPU. Pasalnya, Sekjen KPU Suripto Bambang akan segera memasuki masa pensiun.
Wasekjennya harus diganti karena dia yang masih lama di sana, kalau sekjennya memang sudah mau ganti, imbuhnya.
Sementara itu Direktur Perludem Titi Anggraini mengatakan bahwa antara sekjen KPU harus mengerti posisi masing-masing. Menurut Titi, tugas kesekretariatan adalah melayani para komisioner.
Harus dipahami betul kesektrariatan sebagai supporting system. Karena itu ini menjadi momentum perlawanan untuk memperbaiki birokrasi KPU sebab kalau tidak ini akan ada perbaikan, ucap Titi.[dil/JPNN.COM]